Desa menjadi wilayah administratif di Indonesia yang sangat unik. Bahkan, dibeberapa daerah punya sebutan masing-masing untuk menggambarkan sebuah desa, malai dari kampung, udik, nagari, hingga gampong. Perbedaan penyebutan desa tersebut disesuikan dengan karakteristik adat istiadat yang berlaku disetiap daerah.
Menurut Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa (UU Desa), desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Desa sebagai bagian pembentuk kehidupan bernegera, punya andil besar dalam memberikan warna pada dinamika lintas sektoral, baik sosial, ekonomi, pendidikan, budaya, maupun politik. Sehingga, peranserta desa dalam agenda pembangunan nasional harus didorong dan dioptimalkan secara baik. Hal tersebut juga menjadi upaya agar desa diposisikan sebagai subyek pembangunan, di mana masyarakat di dalamnya punya hak dan kewajiban untuk perpartisipasi aktif dalam memajukan desanya.
Pembangunan desa menjadi salah satu upaya dari pemerintah bersama para stakeholders untuk menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat desa. Dengan melihat berbagai potensi yang dimiliki oleh desa, mulai dari potensi sumber daya alam yang sangat melimpah, sumber daya manusia yang kompleks hingga kebudayaan yang tinggi, tentu cukup untuk dijadikan sebagai modal pembangunan di desa. Terutama pembangunan pada sektor wisata yang punya peluang besar dalam meningkatkan taraf ekonomi masyarakat desa. Terlebih, di tahun ini Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) telah menyiapkan anggaran 89,4 miliar untuk pembangunan desa wisata.
Pada dasarnya, desa bisa tumbuh secara mandiri melalui kebudayaan yang senantiasa dirawat dan dilestarikan oleh masyarakat. Artinya, kemajuan desa tidak bisa jika hanya dicapai dengan melakukan pembangunan infrastruktur secara masif, baik oleh oleh pemerintah maupun swasta (investor), namun di sisi lain yang paling penting adalah adanya gerakan dan partisipasi dari masyaarakat lokal untuk bergerak membangun desanya dengan memanfaatkan berbagai potensi yang ada, terutama kebudayaan yang lahir sebagai identitas bagi setiap desa. Sehingga, dengan bermodalkan kearifan lokal tersebutlah, desa dapat dikelola menjadi desa wisata yang akan menyuguhkan produk-produk khas yang ada, seperti kuliner tradisional, rumah adat, pakaian adat dan kesenian lokal.
Membangun Desa Wisata
Desa wisata merupakan salah satu bentuk penerapan pembangunan pariwisata berbasis masyarakat yang berkelanjutan. Menurut Nuryanti dalam bukunya “Heritage, Tourism and Local Communities”, desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat, di mana ia menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. Tujuan dari pembangunan desa wisata sendiri yaitu terciptanya pemerataan ekonomi dengan mengoptimalkan pontensi lokal yang ada. Dalam proses membangun desa wisata, sumber daya manusia menjadi instrumen yang sangat vital. Sebab, masyarakat asli desalah yang akan menjadi penggerak dan pengelola desa wisata di desanya.
Keberhasilan dalam membangun desa wisata tidak akan lepas dari upaya-upaya yang dibangun oleh masyarakat lokal dalam mengembangkan kreativitasnya. Semakin tinggi kreativitas yang diciptakan, maka ruang desa akan semakin cantik dan memiliki daya tarik untuk mengundang masyarakat luar daerah berkunjung dan tinggal. Selain itu juga, keterlibatan masyarakat lokal harus terus ditingkatkan, karena merekalah yang tinggal lebih lama di desa dan memahami desanya secara baik. Hal ini menjadi modal utama bagi pengembangan desa wisata melalui potensi desa, supaya potensi yang ada dapat dimanfaatkan secara kolektif oleh masyarakat setempat. Perlu diantisipasi juga, upaya-upaya swasta untuk mendominasi pembangunan di desa, pasalnya hal tersebut hanya akan mempertajam kesenjangan ekonomi dan kerusakan ekologi.
Untuk menjadi Desa wisata, sebuah ruang desa harus ditata dan dilengkapi dengan beberapa komponen penunjang terciptanya destinasi. Dalam karya lawasnya “Tourism planning: an integrated and sustainable development approach” (1991), Inskeep mengelompokkan komponen penunjang pengembangan destinasi wisata lokal yang terdiri dari atraksi dan aktivitas, akomodasi, fasilitas dan layanan wisata, fasilitas dan layanan transportasi, infrastruktur, serta elemen institusi.
Sedangkan menurut Buhalis dalam risetnya yang berjudul “Marketing the competitive destination of the future. Tourism Management”, ada enam komponen penting dalam membangun desa wisata. Komponen tersebut dirangkum dalam kerangka 6A, yaitu Attractions, Amenities, Accessibility, Activities, Available packages, dan Ancillary services. Komponen tersebut kemudian menjadi salah satu acuan dalam menciptakan desa wisata.
Pertama, attractions atau daya tarik wisata, merupakan komponen paling pokok dalam sebuah membangun desa wisata. Untuk menciptakan daya tarik wisata bagi wisatawan agar mau datang ke desa wisata, maka ruang desa harus dibangun senyaman mungkin bagi mereka. Mulai dari penyediaan fasilitas wisata yang ramah pengunjung dan unik, arsitektur yang khas, hingga tersedianya aktraksi yang menampilkan kebudayaan khas lokal seperti tarian, musik daerah, upacara adat dan lainnya
Kedua, amenities atau kelengkapan fasilitas yang mencakup akomodasi, makanan, ritel, dan tempat tinggal. Kelengkapan fasilitas dalam sebuah ruang wisata harus dihadirkan sebagai bagian upaya untuk memberikan pengalaman baru bagi pengunjung. Terutama dalam konsep desa wisata, gotong royong masyarakat lokal menjadi modal penting untuk membangun amenities secara kolektif dengan memanfaatkan potensi lokal yang ada seperti tersedianya kuliner lokal, homestay dengan arsitektur lokal, dan pemandangan alam setempat.
Ketiga, accessibility atau aksebilitas. Aksebilitas ini meliputi keseluruhan dari suatu sistem dan moda transportasi yang meliputi unsur-unsur terminal, rute dan jenis kendaraan. Dalam membangun akses yang baik, pemerintah desa dapat memaksimalkan peran dana desa untuk pembangunan infrastruktur. Pemerintah desa bisa membangun biro perjalanan wisata lokal yang pengelolaannya dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk menyediakan fasilitas transportasi yang akan mengantarkan wisatawan menuju lokasi destinasi wisata.
Keempat, activities atau aktifitas wisatawan selama di desa wisata. Tentu, aktifitas wisatawan juga harus dikonsep dengan baik, setelah infrastruktur dan transportasi wisata terbangun. Sehingga, wisatawan dapat menikmati fasilitas wisata yang ada lebih lama dan merasa memilikinya. Setidaknya ada empat aktivitas wisata yang dapat dibangun, yaitu something to see, something to do, something to buy, something to learn. Artinya, ketika wisatawan berkunjung ke desa wisata, mereka dapat menikmati fasilitas wisata dengan puas, mereka juga dapat malakukan berbagai atraksi seperti berfoto, membuat video dan lainnya, mereka bisa menikmati dan membawa oleh-oleh khas daerah serta yang paling penting adalah mereka dapat belajar tentang kebudayaan lokal setempat.
Kelima, available packages atau ketersediaan paket-paket wisata. Adanya paket wisata ini, tentu akan memberikan nilai daya tarik sebuah tempat wisata. Oleh karena itu, paket-paket wisata tersebut harus dikemas dengan baik dan dipromosikan secara masif. Hal ini perlu dilakukan agar paket wisata yang ada dapat terpublikasi secara luas. Dalam hal ini, peran anak muda sangat signifikan dalam membantu promosi dengan memanfaatkan kemajuan teknologi dan infromasi yang ada. Disamping itu, kolaborasi dengan berbagai platform digital juga perlu dilakukan untuk memperluas jaringan dan penetrasi dari promosi paket wisata tersebut.
Keenam, ancillary services atau layanan tambahan. Selain menyediakan fasilitas wisata, dalam mengembangkan desa wisata juga perlu dilakukan dengan menambah berbagai layanan. Layanan tambahan tersebut bisa berupa pusat informasi, klinik kesehatan, ATM dan WiFi. Dalam hal ini, pemerintah desa dapat menggandeng pihak swasta untuk melengkapi fasilitas-fasilitas tambahan agar pengunjung merasa ‘betah’ dan ingin berwisata lebih lama. Adanya layanan tambahan ini dapat memberikan dampak positif bagi citra destinasi desa wisata yang dibangun. Dampak jangka panjangnnya, pengunjung akan datang kembali ke tempat destinasi tersebut.
Pembangunan desa wisata merupakan salah satu bentuk pengomtimalan potensi lokal yang ada di desa. Desa wisata akan menjadi peluang baru untuk mendongkrak perekonomian masyarakat desa. Selain itu juga, menjadi momentum bagi masyarakat desa untuk melestarikan budaya lokal yang ada dan mengenalkannya kepada masyarakat luas. Sehingga, desa dapat menjadi suatu ruang yang akan terus dirindukan dan didatangi oleh banyak orang.
Mustika ES
Discussion about this post