Pendekatan pembangunan desa bottom-up merupakan sebuah metode yang menekankan pada partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan proyek pembangunan di desa mereka. Pendekatan ini beranggapan bahwa masyarakat desa memiliki kemampuan dan potensi untuk mengembangkan diri mereka sendiri, serta lebih memahami kebutuhan dan potensi yang ada di desa mereka.
Pendekatan pembangunan desa bottom-up mengakui bahwa masyarakat desa merupakan aktor utama dalam pembangunan, bukan sekadar objek atau subjek yang pasif. Masyarakat desa diharapkan aktif terlibat dalam setiap tahapan proyek pembangunan, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan dan pengawasan. Hal ini dianggap penting untuk memastikan bahwa proyek yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat desa, serta dapat terus dipertahankan dan dikembangkan setelah proyek selesai.
Untuk mewujudkan pendekatan pembangunan desa bottom-up, diperlukan adanya mekanisme yang memfasilitasi partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan metode musyawarah untuk mengambil keputusan bersama, serta membentuk kelompok-kelompok masyarakat yang terlibat dalam proses pembangunan, seperti kelompok tani, kelompok usaha kecil, atau lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya.
Kelebihan pendekatan bottom-up
Ada beberapa kelebihan yang dapat ditawarkan oleh pendekatan pembangunan desa bottom-up, diantaranya:
1. Mendorong partisipasi masyarakat desa
Pendekatan ini menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan, sehingga mendorong terjadinya keterlibatan aktif masyarakat dalam setiap tahapan proyek pembangunan. Hal ini dianggap penting untuk memastikan bahwa proyek yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat desa.
2. Menjamin keberlanjutan proyek pembangunan
Dengan adanya partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan, diharapkan dapat terwujud proyek pembangunan yang dapat dipertahankan dan dikembangkan di masa yang akan datang. Masyarakat yang terlibat dalam proses pembangunan akan lebih memahami dan merasa memiliki proyek tersebut, sehingga lebih berkepentingan untuk memelihara dan mengembangkannya.
3. Mendorong pemberdayaan masyarakat desa
Pendekatan ini juga menekankan pentingnya pemberdayaan masyarakat desa, baik melalui penyediaan akses terhadap informasi, pengetahuan, dan teknologi, maupun melalui peningkatan kapasitas individu dan kelompok masyarakat. Pemberdayaan ini dianggap penting untuk meningkatkan kemampuan masyarakat desa dalam mengambil keputusan dan mengelola proyek pembangunan secara mandiri.
4. Mendorong terwujudnya keadilan dan inklusi
Pendekatan pembangunan desa bottom-up juga memperhatikan prinsip-prinsip keadilan dan inklusi, sehingga proyek pembangunan yang dilaksanakan harus memberikan manfaat yang merata bagi seluruh masyarakat desa, termasuk kelompok-kelompok yang biasanya terpinggirkan dalam proses pembangunan.
5. Memperhatikan prinsip konservasi sumberdaya alam
Pendekatan ini juga memperhatikan prinsip konservasi sumberdaya alam, sehingga proyek pembangunan yang dilaksanakan harus memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan dan dapat terus dipertahankan untuk generasi mendatang.
Kekurangan pendekatan bottom-up
Meskipun memiliki beberapa kelebihan, pendekatan pembangunan desa bottom-up juga memiliki beberapa kekurangan, diantaranya:
1. Proses yang lebih lambat
Karena pendekatan ini menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam setiap tahapan proyek pembangunan, maka proses yang dilalui mungkin akan lebih lambat dibandingkan dengan pendekatan lain yang lebih mengandalkan aparat pemerintah atau lembaga lain sebagai pelaksana utama.
2. Memerlukan komitmen yang kuat dari pemerintah dan masyarakat
Pendekatan ini memerlukan komitmen yang kuat dari pemerintah dan masyarakat dalam mewujudkannya. Pemerintah harus bersikap terbuka dan mau mendengarkan aspirasi masyarakat, sementara masyarakat harus mau terlibat aktif dalam proses pembangunan.
3. Keterbatasan sumberdaya
Masyarakat desa yang terlibat dalam proses pembangunan mungkin tidak memiliki sumberdaya yang cukup untuk mengelola proyek pembangunan dengan baik. Hal ini dapat menyebabkan proyek yang dilaksanakan tidak sesuai dengan yang diharapkan atau bahkan tidak terlaksana sama sekali.
4. Potensi terjadinya konflik
Terlibatnya banyak pihak dalam proses pembangunan juga dapat menimbulkan potensi terjadinya konflik, baik konflik antar individu maupun antar kelompok. Hal ini dapat menghambat proses pembangunan dan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk diselesaikan.
5. Kurangnya pemahaman masyarakat tentang proses pembangunan
Masyarakat desa yang terlibat dalam proses pembangunan mungkin belum memiliki pemahaman yang cukup tentang proses pembangunan, sehingga dapat menyebabkan terjadinya kesalahan atau kegagalan dalam pelaksanaan proyek.
Penutup
Secara keseluruhan, pendekatan pembangunan desa bottom-up merupakan sebuah metode yang menekankan pada partisipasi aktif masyarakat desa dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan proyek pembangunan di desa mereka. Dengan mengikuti pendekatan ini, diharapkan dapat terwujud pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat desa, serta dapat terus dipertahankan dan dikembangkan di masa yang akan datang.
Referensi
- “Pembangunan Berbasis Masyarakat (Community-Based Development)”. Bappenas. (https://www.bappenas.go.id/id/pembangunan-berbasis-masyarakat-community-based-development/)
- “Community-Based Development”. USAID. (https://www.usaid.gov/what-we-do/democracy-human-rights-and-governance/promoting-civic-engagement/community-based-development)
Discussion about this post