Sudah 4 hari ini saya ngobrol banyak dengan Pak Ahmad Mahmudi tentang Inovasi Sosial. Sebuah tahapan pemberdayaan yang paling penting. Inovasi sosial ini membutuhkan pikiran tangan terampil untuk menciptakan ekosystem pemberdayaan yang lebih kokoh. Lalu apa problem sebenarnya? Dunia pemberdayaan tidak kurang orang cerdas, bahkan tidak kurang berbagai macam gagasan yang energik dan terdengar sangat inovatif.
Beliau yang memang punya pengalaman dengan Alm. Prof Dawam Rahardjo, Alm Adi Sasono, Alm Mansur Faqih dan tokoh pemberdayaan lain penting untuk saya pribadi cerna kedalaman narasinya. Selama 4 hari ini saya mencoba membedah bagaimana pemberdayaan selain butuh energi social movement juga butuh pemikir-pemikir serius dengan paradigma dan basis filsafat yang memadai.
Problem utama di lapangan yaitu kita tidak ‘datang lebih lama’. Kita menjadi seperti struktur elit yang seolah akan menjadi sinterklas dan membagi sembako atau hadiah kepada mereka. Kita menjadi berjarak dan seolah membangun kelas lain saat berinteraksi. Padahal komplek utama pemberdayaan adalah pada pola komunikasi. Jika komunikasi tidak efektif sejak awal, tentu akan membuat pemberdayaan menjadi terhambat, dan ide-ide sebagus apapun sulit untuk di daratkan.
Kemudian kata “desa binaan” menurut Pak Mahmudi menjadi kontradiksi. Di satu sisi komunikasi harus mengalir, tapi sebutan “desa binaan” menjadi seolah semakin menunjukkan hirarki yang menjadi susunan vertikal. Warga seolah harus dibina, seolah tidak bisa menjadi setara, padahal tugas kita mendampingi mereka sampai mereka menjadi penggerak-penggerak baru di kemudian hari.
Pemberdayaan Masyarakat bukanlah project harian atau bulanan. Ecosystem baru bisa terbentuk dengan baik, yang saya rasakan adalah setelah 1,5 tahun perjalanan. #AyoKeDamRaman #Payungi dengan segala kekurangannya dapat diukur dengan cermat dari pengalaman lapangan. Dan keduanya belum bisa diukur. Proses kreatif yang harus diperankan oleh semua penggerak. Roadmap yang harus mulai didiskusikan setelah satu persatu gagasan sudah di daratkan.
Pak Mahmudi memberi isyarat serius soal ‘Datang Lebih Lama’. Kita yang selama ini menganggap semuanya akan berjalan mulus, dan ecosystem telah mapan harus waspada. Datang lebih lama adalah upaya kita merawat kekeluargaan, mengenal lebih dalam, kepercayaan timbal balik, dan tentu sanggup berimajinasi dengan sungguh-sungguh.
Saya punya pengalaman di Dam Raman dengan Pak Suyono. Dan di payungi dengan Pak Ahmad Tsauban dan Pak Asep Hidayat Adacom. Sebuah contoh patner yang baik, yang selesai dengan urusan uang. Mau berkorban dan sanggup membangun roadmap untuk pemberdayaan yang lebih jauh. Di situlah pentingnya semua penggerak pemberdayaan untuk mau Datang Lebih Lama.
Dharma Setyawan
Penggerak Pasar Yosomulyo Pelangi
Discussion about this post