Dana desa yang akan diglontorkan pada tahun ini mencapai 72 Triliun. Lebih banyak daripada tahun-tahun sebelumnya. Kini pertanyaan, apakah desa bisa mandiri setelah adanya dana desa?
Tahun lalu pemerintah sempat dikagetkan dengan aktivitas BUMDes (Badan Usaha Milik Desa) yang mayoritas mandek. Ditambah lagi beberapa kepala desa tertangkap oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Meskipun tidak bisa dielakkan ada juga desa yang sukses dengan memanfaatkan Dana Desa, tetapi masih sedikit sekali.
Dana Desa pada dasarnya hanyalah salah satu alternatif untuk mempercepat pembangunan desa. Adanya dana desa, artinya pemerintah ingin melakukan pembangunan secara bottom up (dari bawah). Dimana pembangunan disisir melalui desa, dengan harapan desa dapat berkembang sehingga bisa memberikan dampak bagi pembangunan nasional. Namun, agenda penyaluran Dana Desa pada akhirnya harus berbenturan dengan birokrasi dan akuisisi pribadi. Alih-alih untuk pembangunan, Dana Desa kerap diselewengkan untuk dikorupsi.
Lima tahun lalu, dana desa difokuskan untuk infrastruktur. Pertanyaannya, apakah infrastruktur desa masih terawat hingga saat ini? Bagaimana nasip jalan dan tersier yang dibangun? Warga desa tentu punya otoritas untuk mengkritisi pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah desa. Misal, jalan yang dibuat di area persawahan/perkebunan yang harus mengorbankan lahan warga, perlu dipertanggungjawabkan jika pembangunannya tidak memiliki kualitas baik. Atau pembuatan biogas yang sekedar menjadi seremonial program kegiatan desa tanpa ada pendampingan. Warga yang tidak kritis hanya akan menelan pil pahit akibat pembangunan yang tidak terencana dan teratur.
Pengetahuan, punya peran penting bagi efektifitas penyaluran Dana Desa. Perangkat desa dan warga bila sudah memiliki pengetahuan yang cukup, maka penyaluran Dana Desa tidak perlu dikhawatirkan. Minimal, dengan adanya pengetahuan yang cukup, Dana Desa dapat dikelola sesuai amanah undang-undang / arahan pemerintah pusat.
Desa, perlu memiliki Pusat Studi Desa (PSD). Dimana PSD ini berfungsi untuk memberikan pengetahuan secara kontinyu kepada Kepala Desa, Perangkat Desa, dan Warga. Sehingga, proses pengelolaan Dana Desa dapat dikerjakan secara benar dengan ide-ide pro warga melalui pengajaran di PSD.
Pada intinya, PSD akan menjadi wadah bagi desa itu sendiri untuk pengembangan pengetahuan. Sehingga, adanya pengetahuan yang terus diproduksi, akan berdampak pada sikap yang diambil oleh warga. Warga yang tedidik tentu akan punya ide-ide baik dan kesadaran tinggi terhadap kemajuan desanya. Dampaknya, Dana Desa pun dapat terserap dengan maksimal untuk pembangunan desa menjadi desa yang mandiri.
Pengetahuan ditingkat desa, menjadi faktor yang sangat krusial bagi pemerintah pusat. Pembangunan selain harus dibayar dengan uang, juga perlu diisi dengan pengetahuan. Saya rasa sudah benar, pemerintah mengalokasikan Dana Desa (lima tahun ke depan) yang diprioritaskan untuk pembangunan sumberdaya manusia (SDM). Dengan harapan, tercipta SDM yang unggul dalam berbagai aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, maupun budaya.
Moes Santosa
*Tulisan ini sebagai ucapan selamat atas launchingnya Pusat Studi Desa Program Studi Ekonomi Syariah IAIN Metro. Sinergitas antara desa dan kampus tentu akan berdampak pada percepatan pembangunan desa.
Discussion about this post