Industri 4.0 telah mendorong terjadinya tranformasi digital pada semua lini kehidupan. Konektiviitas antar lini pun semakin cepat dan efesien pada era ini, sehingga memudahkan proses percepatan pembangunan lintas teritorial, khususnya desa sebagai teritori terkecil negara yang padat dengan permasalahan pembangunan.
Mekipun desa kerap dilabeli sebagai daerah tertinggal, teritorial ini sebenarnya menyimpan banyak potensi. Hingga saat ini, desa masih berperan sebagai sentral produksi pertanian dan kebutuhan pangan mayoritas masyarakat, baik masyarakat setempat maupun mereka yang tinggal di kota. Berdasarkan data verifikasi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) tahun 2019, luas lahan baku sawah nasional mencapai 7,46 juta hektare (ha), di mana lahan ini banyak ditemukan dan digarap oleh petani di desa.
Disamping itu, desa juga menjadi tempat lahirnya berbagai kebudayaan lokal nusantara. Mulai dari bahasa, pakaian, rumah, tarian, makanan hingga lahirnya kepercayaan-kepercayaan masyarakat lokal. Sejauh ini, tercatat di Badan Pusat Statistik (BPS) ada 1.331 kelompok suku tersebar di hampir seluruh wilayah desa di Indonesia dengan membawa kebudayan khas mereka masing-masing. Kekayaan lokal ini merupakan salah satu potensi besar yang hingga saat ini masih dirawat oleh masyarakat desa.
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) mencatat saat ini jumlah desa yang ada di Indonesa tidak kurang dari 74.953 desa. Meskipun telah diguyur dengan dana desa oleh pemerintah pusat sejak 2015, jumlah desa tertinggal masih cukup besar yakni 13.232 desa. Hal ini disebabkan oleh pembangunan yang dilaksanakan belum berjalan dengan baik. Sehingga, permasalahan yang melekat pada desa-desa tertinggal belum mampu dituntaskan seluruhnya melalui dana desa. Bahkan, BPS mencatat jumlah penduduk miskin di desa mencapai 15,26 juta jiwa pada 2020, meningkat 0,22 persen dari tahun sebelumnya. Artinya juga, jumlah penduduk miskin di desa lebih besar jika dibandingkan dengan penduduk miskin di kota sebesar 11,16 juta jiwa ditahun yang sama.
Sepanjang tahun 2020 pemerintah telah mengalokasikan 72 Triliun dana desa untuk percepatan pembangunan desa. Alokasi dana ini lebih besar jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, pasalnya pemerintah ingin ekonomi desa dapat tumbuh dan berkembang. Pemerintah meyakini kehadiran dana desa dapat mendorong pengembangan kewirausahaan atau entrepreneurship desa melalui produk-produk lokal yang dipasarkan dan mampu mengentaskan ribuan desa tertinggal yang masih ada saat ini. Meskipun ada banyak PR yang harus diselesaikan terlebih dahulu, seperti rendahnya kompetensi sumber daya manusia (SDM) lokal dan praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang mulai menjerat beberapa kepala desa.
Hadirnya perkembangan teknologi dan informasi (TI) menjadi salah satu peluang yang bisa dimaksimalkan oleh pemerintah dalam menumbuhkan dan mengembangkan ekonomi desa. Bagi desa, diperlukan inovasi-inovasi baru (disruptive innovation) yang dapat diterima oleh era digital saat ini. Tumbuhnya inovasi tersebut akan menjadi ekosistem baru yang lebih mudah dan punya dampak signifikan bagi pembangunan desa dibandingkan sebelumnya. Melalui Dana Desa dan perkembangan TI yang ada, kini desa dapat membangun sistem ekonomi desa berbasis digital — ekonomi digital desa. Jika melihat prioritas Dana Desa saat ini, ekonomi digital desa menjadi upaya yang masuk akal untuk direalisasikan dalam menciptakan perekonomian desa yang lebih maju dan mandiri.
Desa sebagai sentral pertanian dan pangan, dapat mengomtimalkan peranannya dengan memanfaatkan teknologi yang ada. Pemerintah desa dapat menciptakan sistem ekonomi digital desa dengan medorong masyarakatnya untuk bertranformasi memasarkan produk-produk pertanian dan pangannya melalui berbagai platform digital yang berkembang saat ini, seperti Youtube, WhatsApp, Facebook, Instagram, dan berbagai macam marketplace lainnya. Sehingga, produk-produk lokal dapat dipasarkan secara luas, mudah dan efesien.
Disamping itu, kebudayaan masyarakat desa juga dapat dipromosikan melalui platform digital yang dikemas dalam bentuk wisata lokal. Sehingga, dapat menarik perhatian masyarakat global untuk datang ke desa menikmati berbagai keindahan kearifan lokal desa. Hal ini secara tidak langsung akan memberikan dampak ekonomi desa, terutama masyarakatnya.
Pengambangan ekonomi digital desa bisa menjadi upaya bagi pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan desa yang sudah lama mengendap, khususnya masalah ekonomi. Mengingat adanya peluang besar membangun kenoktivitas dan promosi yang bisa dioptimalkan dari pemanfaatan teknologi digital untuk membantu mengangkat potensi desa. Melalui Dana Desa, harusnya akan semakin memudahkan mobilitas pemerintah untuk merealisasikan pengembangan ekonomi berbasis digital ini di desa bersama warganya.
Mustika ES
(Peneliti di Payungi University)
Discussion about this post