Ekonomi Kreatif (Ekraf) menjadi salah satu potensi besar yang bisa dioptimalkan untuk menggerakkan perekonomian Desa. Keanekaragaman suku, budaya, agama, dan kekayaan alam yang tersedia di Desa merupakan asset penting bagi pengembangan berbagai produk Ekraf khas Desa. Apalagi di era digitalisasi seperti saat ini, produk-produk Ekraf dapat dijadikan komoditi untuk mendukung aktivitas ekonomi digital di Desa. Melalui pemanfaataan market place dan social media, pemasaran produk Ekraf Desa dapat dipenetrasikan secara luas, baik ke pasar lokal, nasional, maupun global.
Sejauh ini, terdapat 17 subsektor ekonomi kreatif yang sedang didorong dan dimaksimalkan kontribusinya untuk menggerakkan ekosistem perekonomin Desa. Subsektor tersebut meliputi Aplikasi, Pengembangan Permainan, Arsitektur, Desain Interior, Desain Komunikasi Visual (DKV), Desain Produk, Fesyen, Film Animasi dan Video, Fotografi, Kerajinan Tangan (Kriya), Kuliner, Musik, Penerbitan, Periklanan, Seni Pertunjukkan, Seni Rupa, serta TV dan Radio. Terlebih dengan adanya teknologi digital, diharapkan dapat mempercepat terbentukkan sharing economy yang akan menumbuhkan kemandirian ekonomi masyarakat Desa. Peluang tersebut juga semakin terbuka lebar dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang memberikan rekognisi (pengakuan), otorisasi (kewenangan) dan distribusi Dana Desa kepada Desa untuk mengelola pembangunan ekonomi Desa secara mandiri melalui pemanfaatan potensi lokal yang dimiliki.
Kini, laju perkembangan subsektor Ekraf berjalan secara masif di hampir semua daerah sehingga mampu memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional. Di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional yang disebabkan oleh beberapa hal, seperti faktor idiosinkratik dari seorang pengambil kebijakan, penurunan permintaan dari negara lain atau swasta, menurunnya kepercayaan investor, dan terhambat/stagnasi proses produksi, subsektor Ekraf muncul sebagai penopang utama sektor ekonomi, khususnya para pelaku industri kreatif yang digerakkan oleh UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) yang berada di daerah perkotaan dan Pedesaan. Geliat mereka dalam menggerak ekonomi lokal melalui kreativitas, inovasi, dan pemanfaatan teknologi dalam menciptakan produk-produk Ekraf mampu membuka peluang baru – khusunya bagi masyarakat Desa – untuk menjajaki dunia usaha kreatif.
Keberhasilan masyarakat Desa dalam mengomptimalkan potensi Ekraf sejauh ini tidak terlepas dari upaya yang mereka lakukan untuk senantiasa memperkaya pengetahuan, melakukan inovasi produk dan pemasaran, serta membangun jejaring usaha (kolaborasi). Sebagai subyek (pelaku) dari industri kreatif, mereka kosnsiten dalam mengambil pengetahuan (get the knowledge) dari berbagai sumber, kemudian menyebarkan pengetahuan (knowledge distributuion) dan membaginya (knowledge sharing) kepada masyarakat secara luas. Berjalannya sirkulasi pengetahuan inilah yang pada akhirnya terus meningkatkan kualitas personal mereka, baik dalam segi ide/gagasan maupun gerakan. Sehingga, turut mempengaruhi cara mereka dalam melakukan produksi (inovasi), distribusi (menggunakan teknologi digital) produk-produk kreatif yang dihasilkan, dan membangun kepercayaan kepada konsumen (branding).
Dalam ranah ekonomi pembangunan, Ekraf merupakan tahapan akhir dari pergeseran orientasi gelombang ekonomi meliputi: (1) Ekonomi Pertanian, (2) Ekonomi Industri, (3) Ekonomi Informasi, dan (4) Ekonomi Kreatif. Kemudian secara konsep bisnis, Ekraf tidak menitikberatkan persaingan usaha dilakukan dengan memaikan harga dan kualitas seperti sektor ekonomi lainnya. Paradigma ekonomi keatif cenderung berfokus pada inovasi dan daya kreativitas yang mampu diciptakan oleh pelakunya. Sehingga, siapa pun yang mampu menciptakan produk yang inovatif dan punya ciri khas, maka Ia akan menguasai pasar untuk mengkapitalisasi seluruh sumber-sumber pendapatan yang ada. Hal ini didukung dengan iklim kerjasama/kolaborasi antar pelaku usaha di era digital yang turut membentuk kelompok-kelompok pengusaha industri kreatif, di mana mampu menciptakan peluang pasar yang profitabel dan punya kekuatan dalam mempengaruhi keputusan konsumen.
Kreativitas − meliputi ide, gagasan, bakat, dan talenta – menjadi sumber daya utama dari pergerakan Ekraf. Pasalnya, kreativitas merupakan pondasi dari terciptanya produk-produk kreatif yang benar-benar memiliki keunikan dan value (nilai). Ini menjadi peluang bagi masyarakat Desa yang kaya dengan kebudayaan lokalnya yang unik seperti kuliner, kriya, fashion, permainan tradisional, musik, dan arsitektur. Di mana produk-produk budaya ini punya ciri khas yang tidak dimiliki oleh masyarakat dari daerah lain. Apalagi pengembangan Ekraf ini berada pada momentum yang tepat di saat teknologi mengalami petumbuhan pesat. Sehingga, pemanfaatan teknologi yang tepat guna dapat mendorong promosi dan pemasaran produk-produk kreatif masyarakat Desa hingga sampai ke tangan konsumen dengan baik.
Namun, untuk membangun ekosisten ekonomi berkelanjutan dari subsektor Ekraf tidak cukup jika hanya mengandalkan kreativitas dan teknologi saja. Perlu adanya strategi usaha yang harus dibangun secara tepat, agar ekosistem ini mampu bertahan lama serta memberikan kesetaraan dan kontribusi kepada masyarakat Desa secara umum. Beberapa hal penting seperti branding usaha (personal dan product branding), service dan fasilitas yang diberikan kepada konsumen, kualitas produk/jasa, serta manajamen dan kerjasama harus dibangun secara kolektif. Supaya antar pelaku usaha kreatif dapat saling mengisi kekurangannya dengan hal-hal baru dan inovatif. Sehingga, pengembangan Ekraf di Desa tidak hanya menjadi project jangka pendek, namun dapat berjalan secara sustainable dalam jangka panjang dengan arah yang jelas untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat Desa.
Discussion about this post