*Growth Mindset vs Fixed Mindset*
Suatu hari di masa lalu, saya pernah berjumpa dengan seorang dari daerah remot. Pelosok nan jauh sekali yang kalau saya sebutkan nama pulaunya disini mungkin anda belum tentu tau.
Dia penutur bahasa nenek moyang. Bahasa nasional dia tau hanya ketika bertemu dengan saya dan belajar SPOK : ini ibu budi. Waktu itu dia protes, dia bingung karena di desanya tidak ada yang namanya budi. Adanya eben, yosef, una dll.
Saya bentak dia “kalau gara-gara nama budi kamu jadi malas berpikir, jadi pohon jagung saja, nda usah jadi manusia”
Dia menangis, lalu pulang. Marah karena saya bentak
Besoknya dia datang ke saya bawa jagung. Dia sodorkan jagung yang sudah direbus itu dengan segelas kopi. Sambil tertunduk malu dia minta maaf.
Saya kalau tidak bisa Bahasa Indonesia, tidak jadi belajar Bahasa Inggris.
Besoknya, semua laki-laki yang lewat depannya dia panggil Budi, dan perempuan dia panggil Bude. Katanya “orang jawa kalau panggil mama mama dipanggilnya bude”. Saya tepok jidat
Tapi saya jatuh cinta dengan semangat anak ini. Saat saya tidak tau harus berbuat apalagi untuk membuat dia bisa belajar bahasa lebih baik, yang dia lakukan mengurangi jam tidur malamnya. Menonton pidato 17 agustus dari tahun ke tahun.
Rupanya dia tidak habis pikir.
Orang dengan fixed mindset (pola pikir mentok) itu saya mudah sekali meladeninya karena begitu dia merasa gagal, dia akan mundur dan lari. Tidak ada beban bagi saya, tidak perlu repot meladeninya.
Tapi, bertemu dengan growth mindset itu sebenarnya melelahkan. Kalau dia terus berjalan, kita harus jalan sejajar. Kalau dia berlari melesat, otomatis kita belajar lebih keras lagi untuk mengikuti keinginannya untuk menjawab rasa haus ingin tau.
Itulah mengapa intuitive learning yang saya terapkan di kelas-kelas yang saya ajar tidak pernah mengajarkan bahwa kalau kamu salah hari ini berarti besok kamu tetap salah. Sengaja saya tunjukkan kalau kamu salah hari ini meskipun kamu benar sekalipun agar dalam otakmu tertanam bahwa salah itu bukan gagal.
Wrong tidak sama dengan gagal.
Wrong = try again.
Kalau kamu tidak bisa desain grafis, jangan cepat bilang “saya tidak bisa”. Tapi “Saya akan segera cari alasan baik untuk saya agar bisa pelajari untuk kebaikan”
“Saya tidak bisa public speaking” ganti dengan ” Beri saya tantangan agar saya bisa mulai belajar bicara di depan umum”
Mindset yang bertumbuh bukan berarti menghapus kekurangan kita dengan kelebihan kita. Tapi, memberikan orang lain tau kelemahan kita dengan berkompromi agar mereka bisa mengisi yang tidak kita punya, dan kita fokus pada kelebihan untuk mengisi apa yang lain tidak punya.
Jika energi kita hanya fokus pada kelemahan. Kamu akan selalu mencari pembenaran dalam setiap rencana dan tindakanmu.
That’s why ada perbedaan besar dari arti “Alasan” dalam Bahasa Inggris
1. Excuse
2. Reason
Dua-duanya artinya alasan,
tapi konteksnya excuse adalah alasan yang kamu buat ketika sesuatu tersebut sudah terjadi. ( Misal : hari ini tugas dikumpul harus selesai. Excuse : aduh, saya lagi perjalanan keluar kota, saya skip dulu untuk tugas ini)
Reason adalah alasan yang kamu niatkan sebelum melakukan sesuatu. Seperti mengatakan a big why kepada dirimu sendiri. Reason selalu bermuatan positif, dia seperti pondasi yang kuat dari tindakan kita. ( Misal : besok, setor hapalan vocab jam 5 pagi. Reason : karena itu habis shubuh, maka saya akan bangun lebih awal, pergi ke masjid agar lebih nyaman waktu setoran.)
*Never make excuse, always do something for reason.*
Dah capek ngetiknya…
Do you get any reason to share this? If yes, then share
Discussion about this post