40 menit lebih saya mendengar obrolan telpon pagi ini dari tokoh nomor 1 yang gelisah terhadap fenomena demokrasi padat modal. Pertanyaan saya, setelah memenangkan pertarungan lalu mau apa? Berlapis-lapis tim yang mungkin akan dibentuk, dan tahap sekarang membentuk tim transisi yang akan membantu 5 tahun ke depan membuat roadmap, semoga memberi output yang lebih baik. Namun ucapan penting yang harus saya lontarkan, kota ini tidak kekurangan orang cerdas, kota ini kekurangan penggerak yang punya hati bersama warga.
Saya mendengar sudah banyak yang merapat baik dulu sebagai lawan maupun kawan. Tentu itu lumrah dalam demokrasi. Namun kekecewaan atas hasil demokrasi padat modal seperti sekarang ini kelak harus ditunjukkan dengan kinerja selain silaturahim yang baik. Kinerja ini memang satu topik yang panjang. Legislatif yang harus dirangkul dan diajak berubah, birokrasi yang harus ramping dan efektif dan tentu masyarakat kreatif yang tumbuh karena adanya ekosistem yang terus berintegrasi seperti ABCGM Pentahelix.
Kota ini tidak memiliki sumber daya alam, tapi sumber daya manusianya bisa bersahabat dengan alam yang terbatas ini. 10-20 tahun mendatang pasti banyak rumah berdiri di sawah-sawah. Membiarkan pembangunan perumahan monoton tentu bukan wacana menarik. Harus ada pola memberi ruang bagi wilayah pinggir untuk lebih cantik dan warga tidak memadati pusat-pusat kota. Membangun dari pinggir, wacana lama seharusnya terealisasi.
Setiap kelurahan harus memberi ruang bagi tumbuhnya manusia, tanam pangan, ruang kreatif (RTH, Olahraga, Rekreasi), dan tentu hewan ternak berbasis rumahan. Teknologi internet dapat menjadi sarana mempercepat transformasi pengetahuan, dan pengembangan budaya dapat menemani manusia untuk hidup berdampingan. Jika kita bicara perputaran ekonomi agar tidak mengalir keluar, maka harus ada cara cantik menarik uang dari luar ke dalam kota. Kota ini bisa melihat bagaimana wisata budaya dan alam menjadi hal yang penting dikerjakan, Tulang Bawang Barat contohnya.
Ekonomi Kreatif tumbuh subur dengan adanya manusia dan ruang kreatif. Manusia kreatif setiap hari berimajinasi dan bergerak di dalamnya. 17 subsektor ekonomi kreatif dapat dikembangkan di 22 kelurahan, dengan para penggerak muda yang diberi pengetahuan dan arena pemberdayaan masyarakat. Hanya dengan melibatkan warga, program pemerintah mengurangi omong kosong di ruang-ruang hotel. Mengerjakan kegiatan bersama warga disetiap RT/RW akan menjadikan workshop dan sebagainya tidak menjadi ritual belaka.
Jadi selama 5 tahun dapatkah kebijakan pemerintah dapat melahirkan penggerak baru dan menumbuhkan ekosistem pemberdayaan masyarakat? Tidak ada yang bisa menjamin. Tapi tentu kota yang melahirkan banyak orang kreatif, akan mengurangi beban pemerintah yang selalu berpikir karikatif (bantuan langsung tunai). Uang negara miliaran terbuang percuma dengan agenda ritual birokrasi itu sendiri. Apakah pantas kota yang tadinya jalan mulus, kemudian menjadi kota yang infratruktur jalannya menjadi rusak parah, apalagi visi misi 5 tahun wisata keluarga yang tidak menghasilkan ekosistem nyata. Pemimpin selanjutnya jelas wajib ditantang mendaratkan gagasannya.
Dharma Setyawan
Discussion about this post