Kegiatan pesantren wirausaha Payungi yang dilaksanakan setiap malam kamis diikuti oleh para pedagang dan relawan Payungi dalam rangka memberikan pembinaan mental spiritual, evaluasi, konsolidasi dan perencanaan kegiatan Payungi.
Kembali pada pertemuan perdana pasca Ramadhan yang kami isi dengan tausiyah mengulas tentang ayat 183 dari surat Al-Baqarah tentang kewajiban berpuasa. Terus apa hubungannya antara ayat tersebut dengan cerita ulat yang berubah menjadi kupu-kupu.
Dalam akhir ayat tersebut diharapkan orang yang berpuasa itu mau bermetamorfosis menjadi orang yang bertakwa. Artinya supaya menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Ulat saja yang tadinya makhluk yang menjijikkan setelah berpuasa menjadi lebih menyenangkan. Berbeda dengan ular setelah berpuasa bentuk dan sifatnya masih sama hanya ganti kulit saja.
Payungi diulang tahun yang kedua tanggal 28 Oktober 2020 yang lalu mengambil motto 3 R yaitu Ramah Ramai Resik. Entah kenapa gaungnya motto tersebut belum bisa dirasakan oleh semua pihak. Apakah kurangnya sosialisasi atau memang belum punya pijakan nilai filosofis.
Baru setelah bertemu dengan Bupati Tulang Bawang Barat di bulan Ramadhan kemarin motto Payungi tersebut seakan memperoleh energi tambahan untuk selalu disampaikan, dikampanyekan, digaungkan, disosialisasikan dsb. Ditambah momentum Ramadhan seakan pas untuk disampaikan kepada keluarga besar Payungi.
Ramah menjadi pijakan awal dalam pelayanan, sebagai tuan rumah dan pelaku usaha kecil dan mikro para pedagang Payungi kami tekankan untuk selalu ramah terhadap semua pihak baik itu pengunjung sesama pedagang dan dengan siapapun.
Belajar dari pengalaman daerah 2 yang sudah ada sejak zaman dahulu ketika warganya ramah welcome terhadap pendatang maka daerah tersebut akan ramai, namun sebaliknya apabila keramahannya sudah pudar tidak mustahil daerah tersebut tidak akan berkembang dan bisa saja mati.
Baca selanjutnya Menjadi Warga Payungi (Part 3) – Payungi.org
Discussion about this post