Pemimpin adalah penyedia harapan (Napoleon Bonaparte)
Sembilan ekor bebek itu tak kuasa ketika tangan Monica menciptakan mereka ke atas kanvas. Segores demi segores, kuas patuh kepada kehendak Monica sehingga lukisan berjudul ‘Mencari Mimpi’ lahir sebagai karya seni.
Lukisan itu memang sudah menarik minat saya sejak pertama kali melihatnya pada dinding ruang tamu di rumah Monica Calista. Sejak selesai pada tahun 2019, jika tidak mengikuti pameran, lukisan Mencari Mimpi memang menjadi penghias ruang tamu rumah Monica.
Tak ada objek lain di lukisan itu kecuali sembilan ekor bebek yang berada di satu garis pada kanvas. Sembilan ekor bebek yang sedang tidak berjalan, tetapi lebih menunjukkan sikap berkomunikasi di antara mereka. Sebuah komunikasi yang wajar, bukan komunikasi yang otoriter. Seekor bebek yang berada di ujung sebelah kiri dalam kanvas nampak sebagai pemimpinnya. Bebek yang sepertinya sedang memimpin itu terlihat melontarkan kata-kata dan mendapatkan macam-macam tanggapan dari bebek lainnya. Tiga bebek menundukkan kepala, sementara tiga bebek menoleh ke arah yang berlawanan dari posisi si bebek pemimpin. Hanya ada dua bebek yang menunjukkan sikap badan sedang memerhatikan pemimpinnya.
Permainan warna yang menjadi kehendak Monica kepada lukisan Mencari Mimpi seolah membawa 9 bebek itu tidak berada di dunia nyata. Monica melakukan perubahan lingkungan nyata dari para bebek di dalam karyanya. Bebek identik dengan basah—kalau tidak mau dibilang becek—karena binatang ini lebih nyaman menghabiskan hari-harinya di tempat berair. Minyak di bulunya mampu membuat bebek selalu berpenampilan bersih meskipun baru saja blusukan mencari makan di tempat berlumpur. Orang Indonesia menjadikan tampilan bersih dari bebek sebagai ilham untuk membuat nasehat dalam peribahasa: “bulu bebek tetap bersih.” Sebuah frase yang berisi pesan agar manusia tetap menjaga sikap bersih diri walau bergaul di lingkungan yang hitam sekali pun.
“Judul lukisan ini Menunggu Perintah ya?” Tanya saya kepada Monica pada siang hari di rumahnya.
“Bukan, Bang.” Jawab Monica sembari mengambil sebuah buku yang ada di tumpukan di atas meja.
“Judulnya Mencari Mimpi,” Ucap Monica. Tangannya menyodorkan buku yang ternyata merupakan katalog dari suatu pameran yang pernah ia ikuti.
Di dalam katalog itu, lukisan sembilan bebek menjadi salah satu karya yang dipajang di dalam ruang pameran.
“Kenapa Mencari Mimpi, Mon?” Tanya saya menyelidik kepadanya, “Mimpi itu pasti datang. Tidak perlu dicari,” lanjut saya.
Monica hanya tersenyum saja.
Lukisan sembilan bebek itu memang segera menghadirkan macam-macam tafsiran dari orang yang melihatnya. Saya mengira, delapan ekor bebek dalam lukisan itu sedang menunggu perintah dari pemimpin mereka yang berdiri tegap di ujung sebelah kiri di dalam kanvas. Tafsiran itu muncul karena salah satu sifat bebek adalah hewan yang teratur ketika bersama. Keteraturan merupakan salah satu kata yang muncul dari konsep kepemimpinan.
Medan penafsiran terhadap karya seni justru dimulai sejak karya tersebut mencapai tahap selesai secara fisik. Seorang pembuat karya seni hanya bisa memberikan pemahaman pribadi terhadap karyanya, namun tidak bisa memaksakan pemahaman itu kepada orang lain. Karya seni menjadikan pembuatnya sejajar dengan orang lain yang melihatnya. Maka, karya seni yang paling berpengaruh—untuk menghindari penyebutan paling baik—justru melahirkan rupa-rupa ragam tafsiran dari banyak pihak.
Mencari Mimpi sebagai sebuah karya seni yang menghadirkan sembilan ekor bebek di dalam sebuah kanvas juga memunculkan kegetiran yang estetis: Bahkan manusia harus mencari sesuatu yang pasti ia dapatkan. Lukisan itu seperti ingin menimbulkan tanya: Apakah manusia pasti mendapatkan seuatu yang memang ditakdirkan untuknya jika dunia ini dipahami sebagai proses pencarian yang tak pernah selesai? Kondisi masyarakat yang selalu menuju order (keteraturan) ternyata tidak serta merta memberikan sesuatu yang memang sudah ditakdirkan untuk manusia. Bahkan, untuk mendapatkan mimpi sekali pun, masyarakat tak mampu memberikan secara gratis kepada manusia.
Sembilan bebek yang berada di bawah horizon pada lokasi yang tidak diketahui itu memberikan kabar bahwa proses pencarian tidak melulu harus menampakkan bentuk yang lusuh dan kumuh. Bahkan posisi bebek yang berbaris menunjukkan bahwa mencari ‘sesuatu yang belum pasti’ tak bisa nyaman jika sendirian. Lebih baik dilakukan bersama-sama.
Monica Calista melalui lukisan sembilan bebek juga menghadirkan sikap kepemimpinan di atas kanvasnya. Kepemimpinan yang tidak diperlihatkan dengan ciri kegagahan yang sangat patriarkis. Kepemimpinan yang maskulin itu banyak menjadi obyek lukisan sejak dahulu. Sebut saja lukisan kesohor yang memperlihatkan Napoleon Bonaparte di atas seekor kuda yang sedang mengangkat dua kaki depannya. Lukisan berjudul Napoleon Melintasi Alpen menunjukkan sikap kalem seorang pemimpin walau tunggangannya tidak tenang. Lukisan yang hadir lewat tangan Jacques Louis-David itu merupakan salah satu karya seni dengan muatan kepemimpinan maskulin yang menunjukkan kesan keras, gagah dan wibawa.
Lukisan Mencari Mimpi seperti menghadirkan bentuk lain dari kepemimpinan. Mencari Mimpi memperlihatkan proses menjadi pemimpin tidak melulu harus identik dengan kecamuk perang. Monica seperti ingin melukiskan sebuah adagium terkenal dari Napoleon Bonaparte: Leader is a dealer in hope. Pemimpin pada hakikatnya merupakan sosok yang harus mampu menghadirkan—bahkan menghidupkan—harapan bagi pengikutnya. Menjaga nyala harapan adalah seni kepemimpinan. Sebuah proses yang tak mudah karena membutuhkan banyak referensi dan menajamkan intuisi.
Lukisan sembilan ekor bebek karya Monica mengajak apresiatornya untuk selalu mencari dan menghidupkan mimpi.(*)
*)Denny Ardiansyah penulis, bermukim di Metro
Discussion about this post