Berbincang dengan Umar Ahmad ada hal yang penting dan mengesankan yaitu dia fokus pada tema-tema kebudayaan. Seperti orang yang haus dan terus meneguk mata air nilai. Dia tidak sibuk dengan handphone. Bicaranya tidak meninggi, tapi selalu bisa mengambil momentum hening untuk diisi dengan candaan-candaan berbobot.
Cerita yang dia bangun tidak harus sempurna. Tapi mengandung mimpi sekaligus realitas. Tidak ada ekspektasi berlebih bahkan linier antara kata yang dikeluarkan dan tindakan di lapangan. Cerita fiktif yang bisa dipercaya, cerita nyata yang menggugah selera siapapun untuk penting didengar.
Siapa sangka tanah Tubaba yang biasa kini memiliki cerita magis, cerita seni, cerita mendidik, cerita tawa. Di atas tanah Tubaba ada bangunan–yang orang awam selalu berkata belum selesai. Bangunan terlihat kusam tapi ekologis, rumput hijau dan pohon-pohon rindang. Rumah kayu yang kokoh dan elegan. Mereka yang berbeda server akan berkomentar miring bahkan tidak nyambung dengan makna arsitektur.
Narasi Tubaba tidak dipikirkan sehari saja. Ada banyak arsitek pemikir yang bukan saja membuat bangunan, tapi membuat narasi tentang Tubaba. Pak @andramatin tentu salah satunya. Jika di Lampung ada bupati atau walikota bahkan pemimpin lain yang belum paham, saya kira baiknya banyak-banyak mendengar. Kenapa daerahnya tidak bisa mencuri perhatian seperti Tubaba.
Sebagai penggerak komunitas saya tentu menikmati ruang ekologis seperti uluan nughik, tanoh nughik, las Sengoq, Islamic Center, Berugo, dan lainnya. Di tempat seperti ini komunitas tidak perlu berpikir teritorial, mereka selangkah lebih maju bicara pemberdayaan ekonomi, pendidikan transformatif dan promosi media. []
Discussion about this post