Dalam kurun waktu sekitar 4 – 5 tahun ini banyak tumbuh dan berkembang pasar kreatif nuansa alam, tradisional dan sebagai salah satu tujuan wisata. Hal ini cukup menggembirakan karena disamping membantu perekonomian masyarakat bawah juga sebagai destinasi wisata yang dikelola oleh dan untuk masyarakat bukan oleh korporasi yang hanya menguntungkan pemilik modal. Masyarakat tidak perlu jauh-jauh untuk berwisata karena didaerahnya sudah ada destinasi wisata alternatif, terjangkau dan nyaman.
Pasar Yosomulyo Pelangi atau yang dikenal dengan nama Payungi adalah salah satu pasar kuliner yang memanfaatkan lahan warga, dikelola oleh warga untuk membantu perekonomian masyarakat. Memasuki tahun ketiga Payungi masih eksis dan terus berkembang, bahkan menjadi tempat untuk belajar dan tujuan studi banding dari para penggerak maupun komunitas yang akan membuat Pasar seperti Payungi. Yang sudah terbentuk dan berjalan seperti Pasar Sunmory Kabupaten Way Kanan, Pakare Kabupaten Lampung Tengah, Pak Tejo di Kota Metro dan banyak lagi yang masih dalam proses pembentukan.
Komunitas dan penggerak sebelum kami terima di ruang pertemuan kami persilahkan untuk berkeliling terlebih dahulu melihat dan merasakan jajanan kuliner di Payungi. Baru setelah itu kami menyampaikan sejarah singkat berdirinya Payungi, kemudian tanya jawab. Rata 2 pertanyaan dari mereka berkisar tentang manajemen pengelolaan, apakah ada bagi hasil bagi pengelola, sistem pengelolaan keuangan, dll.
Dalam sejarah berdirinya Payungi kami menjelaskan tentang ide awalnya adalah hasil obrolan dan diskusi yang penulis dan mas Dharma Setyawan lakukan setelah sholat berjamaah di musholla. Sebagian modal pedagang juga dipinjami dari kas musholla, hal ini mencontoh dari Masjid Jogokariyan di Yogya. Dengan kata lain antara Payungi dan musholla Sabilil Mustaqim adalah seperti dua sisi dalam mata uang yang tidak terpisahkan. Karena bukan hanya karena tempat yang memang berdekatan tapi juga secara history sangat erat. Maka kami mencoba untuk merumuskan seperti apa Payungi itu, yaitu dengan mengedepankan 3 M (Mosque Market Media).
Mosque yang berarti masjid sebagai pusat kegiatan keagamaan di masyarakat, demikian juga musholla walaupun skupnya lebih kecil. Musholla Sabilil Mustaqim kami harapkan bukan hanya sebagai pusat kegiatan keagamaan tapi juga ekonomi, sosial, pengetahuan, dengan adanya forum diskusi, pendidikan alternatif dsb. Hal hal tersebut Alhamdulillah mulai bisa terwujud dari adanya Pasar Yosomulyo Pelangi (Payungi).
Market diartikan sebagai pasar yang merupakan kegiatan ekonomi bertemunya pedagang dan pembeli. Payungi secara kasat mata adalah pasar kuliner yang digelar setiap hari Ahad pagi untuk menggerakkan ekonomi masyarakat sekitar musholla Sabilil Mustaqim. Dengan pengunjung yang rata 2 mencapai sekitar 2000 orang omset atau yang beredar setiap pekannya berkisar antara Rp 45 – 50 juta.
yang 2.5 tahun ini sudah mencatatkan omset 4.5 milyar, jumlah angka yang cukup besar untuk satu lingkungan musholla.
Media sebagai alat untuk menyampaikan informasi kepada publik atau masyarakat. Dimasa sekarang ini media memegang peranan yang sangat penting agar apapun kegiatan yang dilakukan dapat dilihat, didengar dan disaksikan oleh masyarakat. Media juga bisa menjadi alat untuk mengontrol agar kegiatan yang dilakukan tidak menyimpang dari yang sudah digariskan. Media yang berkembang saat sekarang ini bukan hanya media cetak dan elektronik saja, ada media sosial, digital, dan masih banyak lagi.
Payungi dalam pengelolaannya kami mendekatkan secara spiritual mengingat sejarahnya tidak terlepas dari peran musholla. Pertama pedagang diawal gelaran pagi hari kami wajibkan untuk bersedekah sarapan pagi bagi panitia, tim parkir, tim kreatif dsb, masing-masing pedagang minimal 1 bungkus nasi. Kedua kami mengajak untuk melaksanakan shalat Dhuha di musholla walaupun belum bisa terlaksana dengan maksimal karena banyaknya pengunjung yang antri membeli makanan. Ketiga selesai gelaran kami mewajibkan kepada semua pedagang untuk berinfaq ke musholla, untuk kegiatan pesantren wirausaha dan pengembangan pasar yang nominalnya menyesuaikan dengan omsetnya. Keempat sebagai sarana komunikasi dan silaturahmi semua pedagang kami kumpulkan di musholla untuk kita berikan tausiyah, motivasi, evaluasi dan juga perencanaan kegiatan Payungi kedepan.
Alhamdulillah dengan pendekatan secara spiritual tersebut memberikan warna tersendiri bagi para pedagang dan keluarga besar Payungi. Keikhlasan nampak jelas terlihat pada wajah mereka, tidak ada rasa saling curiga, terpaksa dan sebagainya. Kami yakinkan kepada pedagang disamping ikhtiar kita dalam mengelola Payungi ini tapi yang pasti ada yang menggerakkan hati para pengunjung ke Payungi yaitu Allah SWT.
Ahmad Tsauban (Ketua Payungi)
Discussion about this post