Minggu 11 September 2022 Payungi kedatangan rombongan Bus warga Desa Sidodadi Pesawaran dipimpin langsung Kepala Desa bernama Pak Tunggal. Mereka tertarik dengan Payungi saat mahasiswa Ekonomi Syariah IAIN Metro Ahmad Mahbubi alias Gober mengundang Abdul Rohman Wahid ketua Genpi Lampung bicara Pariwisata & Ekonomi Kreatif di desa yang menjadi lokasi KPM (Kuliah Pengabdian Masyarakat). Hadir juga pagi tadi Pak Nawa Bram Angkasa Dosen Pembimbing Lapangan selama mahasiswa Kuliah Pengabdian Masyarakat di Pesawaran.
Ada yang berbeda yang dirasakan oleh Kepala Desa Pak Tunggal kepada mahasiswa dari IAIN Metro setelah 40 hari. Hampir semua warga menangisi kepergian mereka, dikarenakan Gober dan kawan-kawan meninggalkan jejak yang mengesankan kepada banyak warga desa. Gober adalah mahasiswa prodi ekonomi syariah yang berani, cekatan dan cukup mampu memprovokasi banyak orang. Saya juga menyaksikan Gober protes saat PPL Saya tempatkan di Kampung Lebah, dia ingin PPL di kantor-kantor pemerintahan. Di kampung lebah cerita lebih seru, dan dia menyadari PPL di kantor hanya punya pengalaman administrasi. Belajar menjadi penggerak, saya kira ini lebih penting dari sekadar IPK tinggi dan lulus cepat.
Gober dan kawan-kawan meninggalkan instagram ekowisata mangrove cukunyinyi kepada warga desa agar dilanjutkan. Meskipun baru beberapa follower instagram dan kesadaran mempromosikan media dengan akun lain belum dilakukan, saya menangkap semangat Kepala Desa dan anak-anak muda untuk terus belajar setelah Gober pamit. Kepala Desa menyatakan siap mengirim anak-anak muda desa untuk belajar sekolah desa selama 2 hari di Sekolah Desa. Hakikatnya, promosi ekowisata tujuan penting bukan hanya untuk tujuan ekonomi, ini adalah cara melestarikan mangrove dengan jalan inovasi wisata, jadi wisata bukan tujuan tapi sarana.
Ibu kepala desa juga menjelaskan potensi ikan, kerang hijau, dan potensi hasil yang ada di laut. Ibu-ibu Cukunyinyi ingin belajar banyak tentang manajemen pedagang payungi agar dapat konsisten memberikan kuliner yang dapat dinikmati pengunjung. Selama ini yang terjadi di Pesawaran banyak pariwisata dikuasai segelintir orang dan membuat warga desa sekitar jadi penonton. Keresahan kepala desa ingin agar warga desa tidak hanya menjadi penonton, tapi mimpi agar mereka dapat jadi tuan rumah dan potensi alam dapat menjadi masa depan warga.
Sekolah Desa Payungi University ada 6 materi yang akan kami sampaikan social mapping (pemetaan sosial), community approach (pendekatan masyarakat), pendidikan pemberdayaan, parekraf, media digital desa, pentahelix & creative-Hub. Selama 2 hari peserta menginab di Payungi dan melihat langsung proses kreatif Pasar Kreatif Payungi. Promosi ekowisata tidak hanya sekadar mengelola Instagram, Facebook, youtube, tik tok, website dan seperti asal upload. Di dalam ekowisata ada narasi besar bahwa konsep ini adalah jalan menyelamatkan alam dan masa depan manusia itu sendiri.
Kemampuan penggerak lokal untuk memiliki gagasan yang dapat dipahami berbagai lapisan masyarakat juga menjadi kunci sebuah gerakan akan berjalan berkelanjutan. Saya yakin semua orang ingin membuat desanya atau daerahnya maju, namun kendala pengetahuan dan bagaimana memulainya belum ada yang mendampingi. Proses kerja-kerja pemberdayaan bukan hanya transfer pengetahuan, tapi juga menemukan penggerak lokal yang tepat. Ditangan penggerak yang sudah selesai dengan dirinya sendiri orang-orang akan yakin pada mimpi kolektif.
Pemberdayaan bukan kerja superman tapi kerja super-tim. Para penggerak harus berani memunculkan gagasan dan mendaratkannya dalam gerakan. Penggerak harus optimis pada setiap orang yang dia temui, jika ada orang yang pesimis penggerak harus terus punya cara untuk meyakinkan bahwa gagasan pemberdayaan akan memberi keuntungan bagi banyak orang. Orang besar bicara gagasan, orang kerdil bicara orang lain, itulah yang sering disampaikan dalam quotes-quotes media.
Kepala Desa Sidodadi dari pancaran energi dan kualitas kata, menunjukkan keinginan yang kuat untuk memajukan desanya. Sudah banyak kepala desa saya temui, dan kepala desa ini punya cara berpikir on the track. Saat memimpin pertama kali 2,5 tahun lalu, perangkat desa tidak ada yang sarjana. Lalu Pak Tunggal punya inisiatif memasukan sarjana yang ada untuk membantu data desa. Ada kepala desa yang lain berkomentar, “Ngapain memasukan anak-anak muda sarjana, nanti kamu malah dipinteri.” Pak Tunggal yakin bahwa kepemimpinan desa pasti akan digantikan dengan anak-anak muda, dengan melibatkan orang-orang terdidik kelak desa akan banyak ide. Terbukti jika ada permintaan data desa, Sidodadi cukup cepat mengirim data-data ke Kabupaten dan Provinsi.
Mereka kini punya ekowisata mangrove yang masih butuh inovasi. Mereka yakin akan dapat bersaing dengan pantai Sari Ringgung, Pahawang yang notabene dimiliki segelintir orang. Kerja-kerja mengubah tata ruang dan estetika ekowisata butuh banyak kolaborasi dengan ahli lapangan bukan teori. Promosi wisata melalui media digital juga penting dilakukan anak-anak muda desa. Melibatkan Ibu-ibu dalam kerja-kerja gotong royong juga bukan urusan sederhana. Tapi gerakan harus dimulai, dilapanganlah semua gagasan dibuktikan. Diskusi, aksi dan refleksi hari-hari ke depan akan menjadi jalan panjang Ekowisata Mangrove Cukunyinyi. Salam Payungi ☂️☂️☂️
Discussion about this post