Pertama kali aku mengenal Hifni Septina Carolina adalah di ajang Women Writer Conference (WWC) 2019 di Cirebon. Sejak saat itu, ia terasa seperti adik sendiri bagiku. Perjumpaan itu menjadi awal dari kisah persaudaraan kami yang semakin erat ketika kami kembali dipertemukan sebagai sesama awardee Beasiswa Indonesia Bangkit (BIB) pada Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
Kegiatan pagi seperti jalan santai atau ngafe menjadi rutinitas kecil yang kadang kami nikmati bersama—sederhana, namun penuh makna. Dia mengatakannya sebagai WFC, Work from Cafe, yang isinya 25 persen nugas dan 75 persen curhat. Ada saja hal menarik kalau ngobrol bersamanya.
Hifni adalah sosok yang hidupnya dipenuhi dengan aktivitas mulia, terutama yang menyangkut isu-isu kemanusiaan dan pemberdayaan perempuan. Jiwa sosialnya begitu besar, dan dedikasinya terhadap masyarakat tak pernah surut.
Salah satu warisan keren mu adalah WES Payungi (Women Empowerment and Social Innovation Payungi), sebuah gerakan pemberdayaan perempuan dan anak di Kota Metro, Lampung. Program ini menjadi bukti nyata dari kepeduliannya terhadap kelompok rentan dan marginal.
Hifni mengajarkan kita tentang arti sebuah pengabdian. Bahwa hidup bukan hanya tentang diri sendiri, melainkan tentang memberi arti bagi kehidupan orang lain. Ia memilih jalan yang penuh tantangan, namun sangat bermakna.
Kini, ketika Allah memanggilnya kembali, kami percaya ia telah pergi dalam keadaan husnul khotimah. Aku bersaksi, Hifni adalah pribadi yang sangat baik.
Selamat jalan, adikku tersayang. Terima kasih telah menjadi cahaya dan teladan dalam kehidupan kami. Engkau terlalu baik, hingga Allah lebih sayang. Al-Fatihah untukmu, Hifni.
Hj. Irma Irayanti
Dosen IAIN Kendari

Discussion about this post