Saya percaya si, siapapun yang memiliki kesempatan pergi ke tubaba mesti bisa dikatakan sedang mendapatkan sesuatu yang priceless, tidak bisa dinilai oleh apapun karena nilainya adalah memang tubaba itu sendiri.
Jika berbicara nilai juga, kita mungkin akan terus menebak-nebak nilai apa saja yang telah tumbuh di Tubaba. La gimana enggak, setiap menjelaskan tempat-tempat yang kami kunjungi, pak Umar seperti sedang menjelaskan sebuah peradaban. Itulah kenapa ide-ide besarnya sering dikatakan telah melampaui jaman.
Barangkali memang, salah satu hal yang tidak bisa dipungkiri adalah karena Bupati Tubaba memiliki matematikanya sendiri dalam memperhitungkan nilai-nilai yang tidak sedikit dilahirkan oleh Tubaba. Dan ketidaksedikitan itu tentu saja ‘ada’ karena lahir dari sebuah kesadaran ketidakadaan.
Hal ini seperti dibuktikan dengan kepekaan yang terus diasah terhadap umur panjang budaya, ekonomi, sosial, ekologi, hingga falsafah yang seolah menjadi nyala bagi teman tubaba untuk pulang ke masa depan, yang jika saya tebak ini disimbolkan dalam empat unsur; air, batu, kayu dan tanah.
Bukan nggak berdasar si, ya karena memang beberapa tempat wisata, pasar, bahkan pendidikannya seperti di wilayah Tubaba Cerdas dan Tubaba Camp, hampir semua konsepnya mengadopsi empat unsur tersebut.
Saya jadi membayangkan, kita mungkin tidak boleh jika hanya sekadar hidup. Kita harus memiliki atau menciptakan nilai-nilai yang dapat membuat kita menyadari bahwa ada banyak hal yang harus kita tanam, termasuk kebaikan, dan apa saja yang membuat kita merasa selamanya hidup.
Saya jadi ingat ketika di La sengok Pak Umar pernah bilang begini, “Cobalah sesekali menanam, karena saya meyakini bahwa pohon itulah yang akan jadi teman seumur hidup bagi si penanam.”
Nah coba bayangkan, ketika kamu tidak hanya menanam pohon, tetapi juga kebermanfaatan, kebaikan, cinta, dan kasih, ya maka hal itulah yang akan jadi teman kamu seumur hidup.
Jujur saja, saya mengaku kagum saat pak Umar juga mengatakan bahwa Tubaba bukan lagi jadi sekadar tempat, melainkan juga nilai. Setiap orang bisa mentubaba, kata beliau. Yang artinya, Nilai-nilai kebaikan yang ada pada tubaba seperti sederhana, setara, nenemo (nemen, nedes, nerimo) yang juga divisualisasikan dalam gerakan tari ini, bisa dimiliki oleh siapa saja, baik yang berkunjung atau dikunjungi.
Nah ini kan seperti memberitahu kalau tubaba itu tidak hidup untuk masyarakatnya sendiri. Maka mengapa halnya tulisan dari sebuah kesadaran akan ‘nilai’ itu ada untuk dirasai kalian juga, ini adalah satu bukti otentik bahwa kemarin, saya tidak lagi sedang berkunjung ke Tulang Bawang Barat, melainkan ke Tubaba.
Discussion about this post